Syeikh Musthafa Ismail lahir di Desa al-Mait Ghazal, sebuah desa yang dekat dengan Kota Thantha, Propinsi al-Gharbiyah, Mesir. Sejak kecil beliau telah belajar al-Quranul Karim dan pada usia 16 tahun, beliau belajar pada Ma`had al-Azhar di kota Thantha, tempat di mana beliau mempelajari Ilmu al-Quran. Cita-citanya sangat ingin melanjutkan studinya di Universitas Al-Azhar Cairo.
Pada tahun 1940-an, kepopuleran Mustafa Ismail telah merebak. Beliau pertama kali datang ke Cairo untuk memenuhi undangan melantunkan kalamullah, dan sejak saat itu kepopulerannya begitu membahana di seantero Cairo. Pada tahun 1944. Syeikh Musthafa Ismail mendapat undangan dari raja Faruq untuk membacakan al-Quran di istananya. Bahkan karena kepopulerannya dalam melantunkan ayat-ayat suci Al-Quran, salah satu produser rekaman mengadakan kontrak rekaman dengannya untuk program rekaman bacaan al-Quran secara utuh (semua surat dalam Al-Quran), karena suaranya yang begitu memukau dan panjang-pangjang, sehingga memutuhkan waktu yang lama dalam proses perekaman sehingga dapat menghasilkan rekaman yang maksimal.
Musthafa Ismail sendiri begitu kagum dengan bacaan al-Quran dari Syeikh Muhammad Rifaat dan Syeikh Abdul Fatah al-Sya`syai. Namun demikian, beliau begitu bangga dan puas dengan gayanya sendiri yang khas dalam qiraah. Sebenarnya Syeikh Musthafa Ismail sendiri tidak pernah belajar secara khusus tentang gaya dan irama tilawah, tetapi kepiawaiannya dalam seni baca Al-Quran dipereoleh melalui mendengar, kontak dan komunikasi beliau dengan para “pakar” irama tilawah pada masanya, di samping pengalaman beliau yang memang banyak melakukan “pengembaraan”. Beliau menjadi sangat populer di luar Mesir dengan kekhasan gayanya.
Rekaman qiraah Syeikh Musthafa Ismail dalam gaya tartil dan juga secara mujawwaad (berirama). Beliau merupakan Qari resmi Presiden Anwar Sadat, dan pernah melakukan kunjungan bersama ke Masjid al-Aqsha pada tahun 1987. Beliau dianggap sebagai qari paling populer pada abad XX.
Harus diakui beliau merupakan pembaharu dalam seni irama tilawah, tanpa mengurangi kefasahan dan validitas tajwidnya. Sehingga tak heran banyak sekali generasi setelahnya yang mengikuti gaya tilawahnya. Kepopulerannya dalam seni baca Al-Quran tetap melekat pada diri Syeikh Mustafa Ismail sampai wafatnya dan merupakan qari terpopuler di Universitas al-Azhar Cairo. Walllahu alam bi shhawab……
aamin
BalasHapus